20 Oktober 2011

Menelusuri Jejak Erupsi Merapi Satu Tahun Lalu

Setya Krisna Sumargo, Wakil Pemimpin Redaksi Tribun Jogja

TIDAK terasa, hampir satu tahun kita semua telah melewatkan waktu pascaerupsi dahsyat gunung Merapi. Pukul 17.23 WIB, 26 Oktober 2010, gunung di perbatasan DIY-Jateng itu menyemburkan awan panas yang menyambar lereng selatan, menjangkau Kaliadem dan Kinahrejo.

Raden Ngabehi Surakso Hargo, atau lebih dikenal dengan panggilan Mbah Marijan, juru kunci gunung Merapi, ditemukan meninggal dunia di kediamannya. Belasan korban meninggal dan luka- luka lain ditemukan di sekeliling dusun tertinggi di lereng selatan gunung itu.

Letusan 26 Oktober 2010 rupanya jadi awal episode panjang erupsi mengerikan yang nyaris tidak memperlihatkan tanda-tanda khas gunung Merapi. Tidak ada kemunculan titik api diam di puncak dan luncuran lava pijar, seperti letusan-letusan sebelumnya.
Klimaksnya terjadi pada 4-5 November 2010. Getaran gempa dari perut Merapi bisa dirasakan hingga radius 30 kilometer. Pada 5 November 2010 dinihari, gunung berketinggian 2.968 mdpl itu melepaskan hampir semua energi yang disimpannya.

Sebagian dinding dan kubah lava runtuh, awan piroklastik bersuhu ratusan derajat Celcius meluncur ke lereng selatan, masuk alur Kali Gendol, menerjang permukiman di kiri kanan hingga radius hampir 20 kilometer.

Tahun 1872, sejarah mencatat letusan hebat Merapi yang gelegarnya bisa didengar sampai Karawang dan Bawean. Luncuran awan panasnya kala itu mencapai radius 11-12 kilometer dengan arah luncuran ke hulu sungai Apu, Trising, Senowo, Blongkeng, Batang, Woro, dan Gendol.

Awan panas dan material produk letusan itu menghancurkan semua desa-desa yang berada di atas elevasi 1.000 meter. Sementara, letusan 4-5 November 2010 menewaskan setidaknya 88 orang penduduk Argomulyo, yang berjarak sekitar 16 sampai 18 kilometer dari puncak Merapi.

Menyusul situasi itu, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi
Kementerian ESDM memperluas radius bahaya dari 15 kilometer menjadi 20 kilometer pada 5
November 2010. Wilayah itu harus dikosongkan sejak pukul 01.00 WIB.

Gunung Merapi dengan semua karakteristiknya memberi banyak bekal ilmu dan pengetahuan kepada kita tentang fenomena alam. Erupsi Merapi pada Oktober-November 2010 juga meninggalkan jejak penting untuk bekal mengetahui kejadian-kejadian di masa mendatang.

Letusan yang masuk skala Volcanic Eruption Index (VEI) IV-V itu telah secara signifikan mengubah morfologi puncak, berikut morfologi semua sungai yang berhulu di gunung tersebut. Bukaan kawah sangat lebar, mengarah lurus ke sektor selatan dan tenggara.

Erupsi dan arah luncuran awan prioklastik yang sangat berbahaya, di tahun-tahun mendatang -- bahkan diprediksi hingga 100 tahun yang akan datang-- bisa dipastikan akan mengarah ke sektor tersebut. Momentum satu (1) tahun erupsi dahsyat ini tentu tidak akan kami lewatkan begitu saja.

Bersama-sama Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta dan para pemangku kepentingan wilayah di Klaten, Boyolali, Magelang, serta Sleman, serta Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM), kami akan menghelat kegiatan penelusuran bertajuk "Ekspedisi Sabuk Merapi" pada 25-27 Oktober ini.

Kegiatan lapangan akan dilaksanakan serentak di empat titik atau rute di sekeliling gunung Merapi
melibatkan empat tim terdiri perwakilan BPPTK Yogyakarta, Kesbangpol, Balai Besar Serayu
Opak, BPBD, SAR Daerah, TNGM, Dinas Pariwisata, dan tentu saja tim dari Tribun Jogja.

Berbagai aspek sosial, ekonomi, kebudayaan, pariwisata, pendidikan akan coba kami gali di rute Selo, Babadan, Kinahrejo, dan Srunen atau Deles di Klaten. Faktor kesejarahan erupsi Merapi dan mitos perubahan ekstrem peradaban Jawa juga akan kita telusuri.

Tentu saja yang terpenting, kita ingin mengetahui secara langsung dan mendalam, produk dan
dampak letusan Merapi yang telah mengubah secara ekstrem morfologi puncak maupun alur berbagai sungai di bawahnya.

Lebih dari itu, kami pun ingin mengetahui secara dekat jalur masa depan erupsi Merapi di sektor tenggara/timur. Gagasan ini muncul akhir September, dan serangkaian persiapan telah kami lakukan di kantor BPPTK Yogyakarta dan Dinas Pekerjaan Umum DIY sebagai lembaga mitra kami.

Hari ini, Kamis, 20 Oktober 2011, kami akan menggelar pertemuan teknis terakhir, sebelum ekspedisi kami mulai empat hari lagi. Keseluruhan jalannya kegiatan bisa diikuti setiap hari di edisi cetak Harian Pagi Tribun Jogja, website kami di www.tribunjogja.com, dan portal www.tribunnews.com.(*)

Tidak ada komentar: